MySpace Cartoon Glitter Graphics

Minggu, 21 Juni 2009

KRI Fatahilah,

KRI Fatahilah dengan Meriam Bofors 120 mm, saat ini menjadi meriam kaliber terbesar yang digunakan dalam armada KRI

KRI Fatahilah dengan Meriam Bofors 120 mm, saat ini menjadi meriam kaliber terbesar yang digunakan dalam armada KRI

Dengan anggaran militer yang serba terbatas, lumrah bila akhirnya TNI selalu mendapat pasokan alutsista (alat utama sistem senjata) bekas pakai dari negara lain. Tak terkecuali dalam pengadaan kapal perang (KRI). Dari ratusan KRI yang dimiliki TNI-AL, hanya beberapa saja yang dibeli berupa barang baru dari pabrik.

Diantaranya yang cukup dikenal pada masanya yakni frigat kelas Fatahilah. Frigat yang dibeli pada awal tahun 80an ini adalah buatan galangan kapal Wilton Fijenoord, Schiedam di Belanda. Ada tiga buah kapal jenis ini yang dimiliki oleh TNI-AL, yakni KRI Fatahilah 361 , KRI Malahayati 362 dan KRI Nala 363. Frigat ini mulai berdatangan di Tanah Air pada tahun 1979 sampai awal 80an.

KRI Fatahilah dalam sebuah patroli laut

KRI Fatahilah dalam sebuah patroli laut

Ketiga KRI memiliki spesifikasi yang serupa, baik kemampuan mesin dan persenjataan, kecuali KRI Nala yang punya rancangan sedikit beda di bagian buritan, dimana terdapat hanggar dan helipad untuk sebuah helikopter ringan. Sedang pada KRI Fatahilah dan KRI Malahayati, ketiadaan hanggar dan helipad digantikan dengan penempatan kanon 20 milimeter anti serang udara dan permukaan buatan Rheinmetal, Jerman. Peran utama ketiga frigat ini yakni sebagai pemukul dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara.

Data Teknis
KRI Fatahilah memiliki berat 1450 ton dan berdimensi 83,85 meter x 11,10 meter x 3,30 meter. Dua mesin diesel jelajah bertenaga 8.000 bhp dengan kecepatan jelajah 21 knot dan 1 boost gas turbine dengan 22.360 shp yang sanggup mendorong hingga kecepatan 30 knot melengkapi kapal berawak maksimal 82 pelaut ini.

KRI Fatahilah saat melepaskan roket mortir anti kapal selam

KRI Fatahilah saat melepaskan roket mortir anti kapal selam

Persenjataan
KRI Fatahilah dipersenjatai dengan berbagai jenis persenjataan modern untuk mengawal wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Termasuk diantaranya adalah :

- 4 peluru kendali permukaan-ke-permukaan Aerospatiale MM-38 Exocet dengan jangkauan maksimum 42 Km, berkecepatan 0,9 mach, berpemandu active radar homing dengan hulu ledak seberat 165 Kg.
- 1 meriam Bofors 120/62 berkaliber 120mm (4.7 inchi) dengan kecepatan tembakan 80 rpm, jangkauan 18.5 Km dengan sistem pemandu tembkan Signaal WM28.
- 3. 2 kanon Penangkis Serangan Udara Rheinmetall kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 1000 rpm, jangkauan 2 KM untuk target udara.
- 12 torpedo Honeywell Mk. 46, berpeluncur tabung Mk. 32 (324mm, 3 tabung) dengan jangkauan 11 Km kecepatan 40 knot dan hulu ledak 44 kg. Berkemampuan anti kapal selam dan kapal permukaan.
- Mortir anti kapal selam Bofors ASR 375mm laras ganda.

Sensor dan elektronis
KRI Fatahillah diperlengkapi radar Racal Decca AC 1229 untuk surface search dan Signaal DA 05 untuk air and surface search. Serta pemandu tembakan Signaal WM 28. Sistem sonarnya menngunakan Signaal PHS 32 (Hull Mounted). Sistem pengecoh menggunakan 2 Knebworth Corvus 8-tubed launchers dan 1 T-Mk 6 torpedo decoy. Dengan kecanggihan sensornya, KRI Fatahilah ikut dilibatkan dalam pencarian puing-puing pesawat Adam Air Penerbangan 574 yang hilang pada 1 Januari 2007. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Formasi Tempur KRI Nala 363

Formasi Tempur KRI Nala 363

KRI Nala dilengkapi helipad dan hanggar mini untuk helikopter sekelas BO-105

KRI Nala dilengkapi helipad dan hanggar mini untuk helikopter sekelas BO-105

Karakteristik umum

Berat : 1.450 ton
Panjang: 83,85 ms (275.10 kaki)
Lebar: 11,10 ms (36.42 kaki)
Draft: 3,30 ms (10.83 kaki)
Tenaga penggerak: 2 shaft, masing-masing 8.000 bhp
Kecepatan: 21 knot
Awak kapal: 82 orang

Info | Indonesia merdeka, Indonesia jaya, Indonesia Raya


Phinisi-Raja Laut–walaupun tradisional ini di export lho….


MV TemuKira

MV Raja Ampat

Motor Yacht 28 meter…ini juga dibeli ma orang luar…


FPB-57…kebanggaan indonesia saat ini….tp nanti klo KORNAS ud dibuat bakalan jd kapal lama d………

LPD

Hovercraft

FPB-15

FPB-28

FPB-14

Star-50

Tanker 30.000 LTDW

Tanker 17.500 LTDW

Cargo Vessel 3.500 DWT

info dari kaskus.us

Lihatlah produk dalam negeri ini wahai anak bangsa (rakyatnya, wakilnya, pemerintahnya, penguasanya) tidakkah bisa kita bayangkan bahwa Indonesia mampu, bisa sejajar malah lebih dari negara maju .

Mulai saat ini tanamkan dalam hati kita wahai anak bangsa bahwa kita harus percaya diri sebagai sebuah bangsa besar. Saat ini kita baru berada pada fase Indonesia Merdeka, jika sudah melewatinya kita akan menuju Indonesia Jaya, jika sudah jaya kita akan jadi negara/bangsa yang lebih super power dari negara adidaya yaitu Indonesia Raya seperti cita-cita The founding Father dan pejuang kemerdekaan kita.

“KITA Harusnya Bangga, KITA Harusnya Percaya Diri, KITA Harusnya Berpartisipasi dalam membangun Bangsa ini”

“KITA tidak Seharusnya mengrogoti Bangsa ini dengan korupsi, suap, menipu rakyat sendiri, menghina /mencaci pemimpin sendiri”

Senin, 08 Juni 2009

Sejarah lahirnya TNI AU

Sejarah lahirnya TNI AU bermula dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya. Sejalan dengan perkembangannya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.

Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara, maka pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan Udara Republik Indonesia, kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Bapak KarbolPerjalanan TNI Angkatan Udara sebagai sebuah angkatan perang, memang terkesan unik. Selain proses kelahirannya yang begitu singkat, yaitu sekitar tujuh bulan sejak Indonesia merdeka, alutsista yang dimiliki juga sangat sederhana. Waktu itu TNI Angkatan Udara hanya bermodalkan pesawat-pesawat bekas yang diperoleh dari rampasan tentara Jepang, seperti pesawat jenis Chureng, Nishikoreng, Guntei dan Hayabusha. Jumlah penerbang dan teknisinya pun sangat terbatas.

Meskipun masih diwarnai dengan kondisi kesederhanaan dan keterbatasan, namun TNI Angkatan Udara mampu menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mengangkasanya pesawat dengan identitas merah putih yang diterbangkan oleh Komodor Udara Agustinus Adisutjipto tanggal 27 Oktober 1945, Operasi udara pertama tanggal 29 Juli 1947 yang merupakan serangan balas terhadap Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947, B-25operasi lintas udara di Kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 serta gugurnya Kadet Kasmiran dalam mempertahankan Lapangan Udara Maguwo saat Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 merupakan sebagian darma bakti para perintis TNI Angkatan Udara kepada Ibu Pertiwi. Suryadi Suryadarma, Agustinus Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, Halim Perdanakusuma, Iswahjudi, H.M. Sudjono, Suharnoko Harbani, Mulyono, dan Sutardjo Sigit, merupakan sebagian nama-nama besar yang ikut andil membesarkan TNI Angkatan Udara.

Hadirnya pesawat-pesawat baru yang lebih modern seperti P-51 Mustang, B-25 Mitchel, C-47 Dakota, AT-16 Harvard, serta pesawat amphibi Catalina pada dekade 50-an, telah mengantar TNI Angkatan Udara selangkah lebih maju. Dengan pesawat-pesawat tersebut TNI Angkatan Udara ikut berperan dalam berbagai operasi keamanan dalam negeri, seperti penumpasan PRRI, Permesta, RMS, DI/TII serta berbagai gangguan keamanan dalam negeri lainnya.

Mig TNI-AU era 60anDekade 60-an, TNI Angkatan Udara memasuki masa jayanya dan bahkan menjadi Angkatan Udara yang paling disegani di kawasan Asia Tenggara karena memiliki alut sista udara yang cukup besar dan handal sehingga menjadi ” Deteren Power” bagi negara-negara yang berniat memusuhi NKRI. Pada era itu TNI AU juga ikut secara aktif dalam tugas besar yang diamanatkan negara, yaitu melaksanakan Operasi Trikora untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pesawat-pesawat P-51 Mustang, Mig-15, Mig-17, Mig-19, Mig-21, AN-12 Antonov, C-130 Hercules, serta TU-16, adalah sebagian alutsista TNI Angkatan Udara yang ikut menentukan keberhasilan operasi tersebut. Demikian juga dalam Operasi Dwikora dan penumpasan pemberontakan G30S PKI, TNI Angkatan Udara senantiasa ikut di dalamnya.

Bronco TNI-AUAwal dekade 70-an, kekuatan dan kemampuan TNI AU menurun drastis, namun pada pertengahan tahun 70-an Angkatan Udara mulai bangkit kembali secara bertahap. Masuknya beberapa alutsista seperti pesawat OV-10 Bronco, F-86 Sabre, T-33 Bird, Fokker F-27, serta Helicopter Puma SA-330 yang serba guna, merupakan angin segar setelah beberapa alutsista produk negara Timur mengalami kesulitan dalam spare partnya. Dengan alutsista tersebut, semakin menambah kekuatan TNI Angkatan Udara.

F-5 TNI-AUDekade 80-an, TNI Angkatan Udara memasuki era supersonik, dengan hadirnya pesawat tempur F-5 Tiger II. Kemampuan TNI Angkatan Udara makin meningkat dengan tambahan kemampuan pengamatan udara dan pengawasan dini dari radar Thomson dan Plessey, serta pesawat Boeing 737 yang mampu mengamati wilayah permukaan. Datangnya pesawat A-4 Sky Hawk, C-130H Hercules, dan didukung oleh pesawat latih jenis Hawk MK-53 dan helikopter Puma yang serba guna, menjadikan TNI Angkatan Udara sebagai sebuah angkatan perang yang mengagumkan. Apalagi dengan datangnya pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon dari Amerika pada akhir tahun 1989 menambah keperkasaan TNI Angkatan Udara dan dapat disejajarkan dengan angkatan udara negara lain.

F-16 TNI-AUMemasuki dekade 90-an, kekuatan TNI Angkatan Udara diperhitungkan oleh angkatan udara negara-negara lain di kawasan Asia tenggara karena pada era ini TNI Angkatan Udara telah memiliki pesawat-pesawat yang modern dan canggih seperti pesawat F-5 Tiger II, A-4 Sky Hawk, Hawk MK-53, C-130 Hercules, SA-330 Puma, Boeing 737, F-16 Fighting Falcon, Helicopter Super Puma NAS 332 dan Helicopter Latih EC-120 B Colibri. Disamping itu dari pesawat-pesawat ini, TNI Angkatan Udara memiliki sebuah tim aerobatik yang cukup melegenda, yaitu Tim Elang Biru, yang dapat disejajarkan dengan tim aerobatik kelas dunia. Memasuki tahun 1996, armada udara TNI Angkatan Udara diperkuat oleh pesawat tempur jenis Hawk 100/200 yang ditempatkan di Skadron Udara 12 dan 1.

Sukoi TNI-AUMemasuki milenium ke III, TNI Angkatan Udara melengkapi teknologi Barat yang sudah ada dengan teknologi dari Timur, yaitu dengan hadirnya pesawat Sukhoi SU-27 dan SU-30 dari Rusia yang ditempatkan di Skadron Udara 11, Pangkalan Udara Hasanudin, Makassar. Kehadirannya semakin mewarnai angkasa Indonesia dan tentunya akan memperkuat pertahanan udara nasional dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Republik Indonesia di udara.

Sejak berdirinya TNI AU dengan alat utama sistim senjata yang dimiliki disamping melaksanakan operasi militer untuk perang, TNI Angkatan Udara juga melaksanakan operasi militer selain perang yaitu operasi bhakti dan tugas-tugas kemanusiaan seperti penanganan bencana alam tsunami di Propinsi NAD dan Sumatra Utara dan bencana alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah serta bencana alam lainnya di beberapa daerah.

CN-235 TNI-AU

Semua yang diupayakan dan diusahakan TNI Angkatan Udara, tidak lain adalah guna mewujudkan angkatan udara yang handal dan mampu menghadapi setiap ancaman yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai tugas yang diamanatkan dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004.

Kekuatan TNI-AU
Secara Umum TNI-AU membagi kekuatannya menjadi dua yaitu :

Kekuatan TNI-AU

  1. Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) yang bermarkas di Halim Perdanakusumah Jakartai